Setrika On Demand

Image result for ironing poster
image from the internet

Sstt….sini saya beri tahu satu rahasia.

Saya tidak suka menyetrika.

Sejak kecil saya dan kakak-adik dapat tugas yang harus dikerjakan setiap hari. Ada yang kebagian nyapu, cuci piring, siram bunga, menyusun piring di meja makan, dan lain-lain.  Tentu disesuaikan dengan usia, makin besar tugasnya makin banyak.  ‘Tugas berat’ seperti masak, ngepel, cuci baju dan setrika dikerjakan oleh asisten yang datang ke rumah setiap hari.  Tapi kalau asisten sedang libur, pekerjaan ini dibagi-bagi ke kami juga.

Entah kenapa saya selalu dapat tugas nyetrika.  Kakak saya selalu kebagian cuci baju, tapi somehow dia bisa ngeles dan menghindar.  Ada tugas kelompok ma.  Ada latihan marching band ma.  Adaaaa saja alasannya.  Sedangkan saya kayaknya masih terlalu polos (ehm) untuk urusan ngeles-mengeles.

Meja setrika ibu benar-benar jadul kebangetan.  Masih adakah yang punya meja papan kayu dengan rak besi di bawahnya?  Itulah meja setrika ibu, yang umurnya mungkin cuma beda sedikit dengan saya yang masih abg ini.  Meja ini tidak bisa diatur tingginya, jadi saya harus berdiri sambil nyetrika.

Alhasil sesiangan saya seperti di-strap, berdiri sambil berjibaku dengan tumpukan setrikaan.  Jangan ditanya berapa banyak baju yang sudah jadi korban karena:

a. Saya kesal setrikaan banyak sekali

b. Saya tidak tahu mengatur suhu untuk jenis kain yang berbeda

c. a+b

Tentu ibu menyuruh saya berhenti kalau kelihatan sudah capek dan mandi keringat (kadang capeknya dibuat-buat supaya cepat disuruh ngaso).  Tapi tugas menyetrika tetap menempel sampai saya meninggalkan rumah.

Ketika saya menikah dan tidak punya asisten, menyetrika adalah salah satu hal pertama yang saya ubah pakemnya.  Baju-baju kering dari jemuran cukup saya lipat atau gantung serapi mungkin, tanpa disetrika.  Saya menerapkan prinsip ‘setrika on demand’.  Kalau mau pergi dan baju yang mau dipakai kusut, barulah saya setrika.  Kalau tidak kusut, ya tidak usah. Ini berlaku untuk baju suami dan anak-anak juga.

Waktu ibu menginap di rumah saya, suatu hari beliau tanya kapan saya nyetrika.  Mungkin mulai risih melihat tumpukan baju yang belum diapa-apakan.  Dengan santai saya jawab, nanti saja kalau perlu.  Ibu sedikit terkejut, dan langsung mengeluarkan meja dan setrika.  Ini kalau dikerjakan rutin tidak akan lama, ujar ibu sambil tangannya mondar-mandir dengan kecepatan tinggi di atas sehelai baju.   Ok ma, jawab saya.

Sambil ngobrol saya mulai melipat pakaian dalam.  Lama-lama saya sadar, ibu mengambil pakaian dalam yang sudah saya lipat, dan menyetrikanya.  Pakaian dalam nggak usah ma, kan gak ada yang lihat, kata saya.

Ibu berhenti sambil memandang kaus dalam yang sudah hangat dan licin.  Mungkin seperti mendapat pencerahan. Ya, siapa tau kalau ada apa-apa, baju dalamnya kelihatan, kan biar rapi…jawabnya kalem, sambil kembali menyetrika pakaian dalam.

….